Privatisasi
Ketika perdebatan tentang manajemen air digulirkan, hal yang paling pertama dan kemudian mendominasi seluruh perdebatan adalah permasalahan privatisasi. Privatisasi seolah-olah identik dengan kegagalan pengelolaan sumber daya air di seluruh dunia dan karenanya harus ditentang. Padahal, hanya kurang dari 5% perusahaan air di Indonesia yang di ’privatisasi’ sementara lebih dari 95% sisanya adalah milik ’publik’. Dari 95% perusahaan air yang milik ’publik’ ini, mayoritas mengalami kesulitan keuangan dan manajemen yang buruk. Sebenarnya, ’privatisasi’ itu apa? Dalam sidang Mahkamah Konstitusi tentang penguijian UU Sumber Daya Air, wakil dari pemerintah menyangkal bahwa UU Sumber Daya Air merupakan sarana ’privatisasi’, karena UU tersebut tidak mengatur penjualan saham saham perusahaan air kepada swasta. Nah, apakah privatisasi itu hanya sebatas penjualan saham saja? Ini perlu di klarifikasi. Privatisasi itu adalah pengikutsertaan aktor non negara dalam penyediaan barang dan jasa. Kecuali di negara negara tertentu seperti Korea Utara dimana pasar dilarang (kecuali dilakukan dengan sangat terbatas) barang-jasa didistribusikan oleh negara, hampir setiap aktivitas ekonomi kita dilakukan dalam kerangka ’privatisasi’. Artinya, kita memperoleh barang dan jasa dari aktor non negara. Tukang cukur rambut misalnya tidak perlu disediakan oleh negara dan saya yakin para penentang privatisasi pun tidak keberatan mencukur rambutnya di kios milik swasta. Yang menjadi masalah sekarang adalah privatisasi infrastruktur publik yang menguasai hajat hidup orang banyak dan memiliki karakter monopoli, seperti air, ketenagalistrikan dan gas.
Published with Blogger-droid v2.0.4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar